Rabu, 16 Maret 2011

TETANUS


TETANUs
Silvia P.T PEREIRA
04.08.1912/ A/KP/VI
I.                  PENGERTIAN
Ø  Tetanus adalah penyakit akut, bahkan fatal, yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridiium tetani.
Ø  Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi system urat saraf dan otot.
Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanus dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi dimana spesme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glottal, kejang dan paralisis pernafasan.
Ø  Tetanus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan hypertonia, nyeri pada otot yang mengalami kontraksi (biasanya otot rahang dan leher), dan spasme (gerakan yang terjadi dengan sendirinya) otot menyeluruh tanpa penyebab yang jelas.
Ø  Penyakit tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil tetanus yang masih hidup secara anaerobic pada luka.
Ciri khas dari tetanus adalah adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher kemudian diikuti dengan otot-otot seluruh badan.

Ø  Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka.

II.               ETIOLOGI
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikro yang bersepora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksik ini (tetanusspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65° C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.

III.           PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cidera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manisfestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi system saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada system saraf pusat dengan melewati akson neuron atau system vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik di bawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah artteri kemudian masuk ke dalam system saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata10 hari.
Bakteri Clostrudium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan local, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka gores yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pembedahan.
Berbagai keadaan di bawah ini dapat menyebabkan keadaan anaerob yang disukai untuk tumbuhnya kuman tetanus :
a.       Luka dalam, misalnya luka tusuk karena paku, pecahan kaca atau kaleng, pisau atau  benda tajam lainnya.
b.      Luka karena tabrakan, kecelakan kerja ataupun karena perang.
c.       Luka-luka ringan seperti luka goresan, lesi pada mata, telinga atau tonsil, gigitan serangga juga merupakan tempat kuman tetanus.


IV.           MANIFESTASI  KLINIS
Masa tunas tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbul gejala klinis biasanya mendadak yang didahuli oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot master. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus), dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung, sering tampak risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan tangan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksismal, dapat dicetuskan oleh rangsang suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat timbul spontan. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi afaksia dan sianosis, retensi urin bahkan terjadi fraktur collumna vertevralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir, kematian sering terjadi pada pasien yang berusia 60 tahun atau lebih.
Gejala tetanus yang utama adalah sakit kepala dan nyeri pada otot rahang, yang diikuti dengan rasa kaku pada leher, kesulitan untuk menelan, otot perut mengeras, kejang dan demam. Gejala ini biasanya terjadi 8 hari setelah tubuh terkena infeksi, dan akan menyerang selama 3 hari sampai 3 minggu. Tetanus tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.
Umumnya penyakit tetanus mudah menyerang pada mereka yang belum pernah menerima vaksinasi tetanus atau pada mereka yang pernah mendapatkan vaksinasi namun lebih dari 10 tahun yang lalu. Pasien yang terkena penyakit tetanus harus dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan yang intensif.

Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
a.       Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
b.      Kuduk kaku sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki).
c.       Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari abdomen akut).
d.      Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat kornu anterior.
e.       Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik  ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi).
f.       Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.
g.      Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena kontaraksi yang kuat.
h.      Afaksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktura kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
i.        Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
j.        Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium :
1.      Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umumnya meskipun dirangsang.
2.      Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
3.      Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan.

V.               DIAGNOSIS
Biasanya tidak sukar. Anamesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu.

VI.           DIAGNOSIS BANDING
Spasme yang disebabkan oleh strknin jarang menyebabkan spasme otot rahang. Tetani diagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat). Kejang pada meningitis dapat dibedakan dengan kelainan cairan serebrospinalis. Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing atau kucing disertai gejala spasme laring da faring yang terus menerus dengan pleiositoksis tetapi tanpa trismus. Trismus dapat pula terjadi pada anggota yang berat, abses retoferingeal, abses gigi yang hebat, pembesaran kelenjar getah bening leher. Kuduk kaku juga dapat terjadi pada meningitis (pada tetanus kesadaran tidak menurun), mastoiditis pneumonia lobaris atas, miostis leher, spondilitis leher.

VII.        PENATALAKSANAAN
·        UMUM
ü  Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya.
ü  Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus makanan dapat diberikan personde atau parental.
ü  Isolasi untuk menghindari rangsangan luar seperti suara dan tindakan terhadap pasien.
ü  Oksigen, pernafasan buatan dan trakeotomi bila perlu.
ü  Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
·         OBAT-OBATAN
ü  Anti toksin
Tetanus imun globulin (TIG) lebih dianjurkan pemakaiannya dibandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan.
Dosis inisial TIg yang dianjurkan adalah 5000 U intramuscular yang dianjurkan dengan dosis harian 5000-6000 U. bila pemberian TIG tidak memungkinkan, ATS dapat diberikan dengan dosis 5000 U intravena. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
ü  Anti kejang
Jenis obat yang biasa digunakan adalah :
·         Diazepam, dengan dosis 0,5-1,0 mg/kg berat badan/ jam intramuscular, efek sampingnya Sopor dan Koma.
·         Meprobamat, dengan dosis 300-400 mg/4 jam intramuscular, tidak memiliki efek samping.
·         Klorpromasin, dengan dosis 25-75 mg/4 jam intramuscular, efeksamping hipotensi.
·         Fenobarbital, dengan dosis 50-100 mg/4 jam intramuscular, efek samping depresi pernafasan.
·         Antibiotic
Pemberian penisilin prokain 1,2 juta unit/hari atau tetrasiklin 1g/hari secara intravena, dapat memusnahkan Clostridium tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologisnya.

VIII.    PROGNOSIS
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua, dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya memburuk.
Dipengaruhi oleh beberapa factor yang dapat memperburuk keadaan, yaitu :
a)      Masa inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari)
b)      Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 tahun)
c)      Frekuensi kejang yang sering
d)     Kenaikan suhu badan yang tinggi
e)      Pengobatan yang lambat
f)       Periode trismus dan kejang yang semakin sering
g)      Adanya penyulitan spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas

IX.           PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
v  Mencegah terjadinya luka
v  Merawat luka secara adekuat
v  Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi atau bila terjadi ttetanus gejalanya ringan.
v  Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U intramuscular setelah dilakukan tes kulit dan mata.
v  Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut
v  Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat(dosis 50.000U/kgBB/hari).
v  Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara aktif. Sehingga vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun bersama toksoid difteria (tanpa vaksin pertusis).
Bila terjadi luka berat pada seorang anak yang telah mendapat imunisasi atau toksoid tetanus 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib diberikan pencegahan dengan suntikan sekaligus antitoksin dan toksoid pada kedua ekstremitas (berlainan tempat suntikan).

X.               PENGOBATAN
·         Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotic tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebeh lanjut.
·         Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang dann mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di Rumah Sakit dan ditempatkan dalam ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai berat, mungkin perlu dipasang ventilator untuk membantu pernafasan.
·         Makanan diberikan melalui infuse atau selang nasogastrik. Untuk membuang kotoran, dipasang kateter. Penderita sebaiknya berbaring bergantian miring ke kiri atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia.
·         Untuk mengurangi nyeri diberikan kodein. Obat lainnya bias diberikan untuk mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan vaksinasi lengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi berikutnya.
·          Anti Toksin : ATS 500 U IM dilanjutkan dengan dosis harian 500-1000 U

·         Anti konvulsan dan penenang : bila kejang hebat dapat diberikan fenobarbital dengan dosis awal yaitu untuk umur kurang dari 1 tahun 50  mg dan untuk anak umur 1 tahun diberikan 75 mg. Dilanjutkan dengan dosis 5 mg/kgBB/hari, di bagi 6 dosis.
Diazepam dengan dosis 4 mg/kgBB/hari, dibagi 6 dosis, bila perlu dapat diberikan secara intravena.
Largaktil dengan dosis 4 mg/kgBB/hari, dibagi 6 dosis. Bila kejang sukar diatasi dapat diberikan kloralhidrat 5% dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, diberikan perrektal.
·         Anto Biotik : pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari
·         Diet harus cukup kalori dan protein. Konsistensi makanan tergantung kepada kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila terdapt trismus, diberikan makanan cair melalui lubang. Bila perlu diberikan pemberian nutrisi secara parenteral.
·         Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara, tindakan terhadap penderita). Ruang perawatan harus tenang.
·         Bila perlu diberikan oksigen dan kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk menghindari akibat obstruksi jalan nafas.
·         Anak dianjurkan untuk dirawat di Unit Perawatan Khusus bila didapatkan keadaan :
a)      Kejang-kejang yang sukar diatasi dengan obat-obatan antikonvulasan yang biasa.
b)      Spasme laring.
c)      Komplikasi yang memerlukan perawatan intensif seperti sumbatan jalan nafas, kegagalan pernafasan, hipertermi dan sebagainya.

XI.           PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
·         Anak mendapatkan imunisasi DPT di usia 3-11 bulan
Vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus)
Manfaat pemberian imunisasi ini adalah untuk mennimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Di Indonesia vaksin terhadap ketiga penyakit tersebut dipasarkan dalam 3 jenis kemasan yaitu dalam bentuk kemasan tunggal khhusus bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (difteri, tetanus) dan kombinasi (vaksin tripel). Vaksin difteri terbuatdari toksin kuman difteria yang telah dilemahkan. Biasanya diolah dan di kemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT atau dengan tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toksid tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan.

Penjelasan penyakit :
Difteria :  penyakit difteria disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut corynebacterium diphtheria. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular. Penularannya melalui percikan udara yang mengandung kuman. Anak yang terjangkit difteria akan menderita demam tinggi, selain itu pada tonsil (amandel) atau tenggorokan terlihat selaput putih kotor, dengan cepat selaput ini akan meluas ke bagian tenggorokan sebelah dalam dan menutup jalan nafas.
Tetanus : penyakit tetanus ada pada luka seperti terjatuh, luka tusuk, luka bakar, koreng, gigitan binatang, gigi bolong, radang telinga. Luka tersebut merupakan pintu masuk kiman tetanus yang dikenal sebagai clostridium tetani. Kuman ini akan berkembang biak dan membentuk racun yang berbahaya. Racun ini kan merusak sel susunan syaraf pusat tulang belakang yang menjadi dasar penyakit. Gejala tetanus yang khas adalah kejang dan kaku secara menyeluruh. Otot dinding perut yang teraba keras dan tegang seperti papan, mulut kaku dan sukar untuk dibuka, serta muka yang menyeringai serupa setan.
Pertusis : pertusis atau batuk rejan atau lebih dikenal dengan batuk seratus hari, disebabkan oleh kuman bordetella pertusis. Gejala yang khas yaitu anak tiba-tiba batuk keras secara terus menerus, sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan, keluar air mata dan kadand-kadang sampai muntah, kadang disertai darah.
Cara imunisasi
Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu antara penyuntikan minimal 4 minggu. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5-2 tahun atau kurang lebih satu tahun setelah suntikan imunisasi dasr ketiga.
Reaksi imunisasi
Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari.
Efek samping
Kadang-kadang terdapat akibat efek sampinng yang lebih berat, seperti demam yang tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan oleh unsure pertusisnya. Bila hanya DT maka akan timbul akibat samping yang demikian.


Indikasi kontraksi
Imunisasi tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit kejang demam kompleks, anak dengan batuk yang diduga batuk rejan dalam tahap awal atau pada gangguan kekebalan.
·      Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 x.
·      Pemberian anti tetanus serum
Vaksin tetanus
Imunisasi terhadap penyakit tetanus ada 2 macam yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurniakan. Ada 3 macam kemasan vaksin tetanus yaitu bentuk kemasan tunggal, kombinasi dengan vaksin difteri atau kombinasi dengan difteri atau kombinasi dengan  difteria dan pertusis. ATS (anti tetanus serum) dapat dipakai untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan tetanus.
Cara imunisasi
Imunisasi dasar dan ulang pada anak diberikan dengan imunisasi DPT/DT. Sampai saat ini pada ibu hamil pemberian imunisasi tetanus dilakukan 2 kali, masing-masing pada kehamilan bulan ke-7 dan ke-8.
Reaksi imunisasi
Reaksi akibat imunisasi aktif tetanus biasanya tidak ada. Mungkin terdapat demam ringan atau rasa nyeri, rasa gatal dan pembengkakan ringan di tempat suntikan yang berlangsung selama 1-2 hari.


Efek samping
Pada imunisasi aktif dengan toksoid tetanus hamper tidak ada efek samping. Pada pemberian imunisasi pasif denagn ATS mungkin terjadi reaksi yang lebih serius seperti gatal di seluruh tubuh, nyeri kepala bahkan renjatan (shok).
Indikasi kontra
Tidak ada kecuali pada anak yang sakit parah.
·   Pencegahan terjadinya luka dan merawat luka secara adekuat
·         Sianosis
·         Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan teerjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi
·         Atelektasis karena obstruksi oleh secret
·         Fraktura

XII.        KOMPLIKASI
v Bronkopneumoni
v Afaksia